Ayah.Dialah
satu-satunya orang yang penuh kasih menyayangi aku dengan tulus. Ya, ibuku
meninggal setelah melahirkanku jadi aku tidak tahu bagaimana rasa kasih
sayang seorang ibu. Aku hanya bisa merasakan
kasih sayang seorang ayah. Tak apa-apalah. Aku rasa semua orang tua di
dunia punya tujuan dan harapan yang sama untuk buah hatinya. Saat aku
nakal ayah bilang padaku “Nak, apa kamu tahu. Ibumu pasti tidak suka
melihat kamu nakal seperti ini. Sama seperti ayah”. Saat itu aku sedih
karena aku merasa mengecewakan ayah dan juga ibu yang sudah tenang
berada di suatu tempat yang indah. Aku pun bertekad untuk membanggakan
ayah yang sudah susah payah membesarkanku sampai saat ini umurku 12
tahun.
Entah
kenapa aku tidak pernah merasa puas. Aku selalu saja merasa kalau aku
belum bisa membanggakan ayahku. Bagiku menjadi 3 besar di kelas dan
membuat nama ayah selalu disebut di depan wali murid yang laen saat
penggambilan raport selama ini belumlah membuat ayah bangga. Aku ingin
membanggakan ayah.
Bulan
ini bulan jadi sekolahku. Akan diadakan perayaan dimana ada lomba2
antar sekolah juga. Dan aku memberanikan untuk ikut 3 lomba. Lomba
mengarang, lomba lari dan pidato. Teman-temanku merasa heran dengan
pilihanku. Ya! Karena mereka tahu kalau aku nggak jago di bidang olahraga dan
aku juga anaknya pendiem. Jarang terlihat ngomong di depan umum. Tapi,
entahlah aku ingin mencobanya. Aku ingin membuat ayah bangga. Kalau aku
juara aku persembahkan pialaku untuk ayahku. Peserta diberi waktu 2
minggu untuk mempersiapkan diri. Karena acaranya ada di tengah bulan.
Dan kata pihak sekolah juga para orang tua boleh datang ke sekolah. Aku
senang bukan main.
“Yah, 2 minggu lagi ayah datang ke sekolah ya…”kataku pada ayah di rumah.
“…sekolahku ultah. Ngadain lomba-lomba gitu. Dan katanya wali murid diundang”
“iya. Ayah usahakan. Terus kamu ikut lomba juga nggak?”
“iya”jawabku dengan wajah berseri.
“apa?”Tanya ayahku.
“rahasia. Kalau ayah datang nanti juga tau…maaf ya Yah”
2 minggu pun berlalu. Hari yang ditunggupun tiba.
Hari
ini aku mengikuti lomba lari dan mengumpulkan karanganku. Di lomba
mengarang bebas aku bercerita tentang ayahku yang hebat. Love you Dad :D. Setelah lomba lari aku harus ikut lomba pidato.
Waktu
menunjukkan pukul 09.00 dan aku menjemput ayahku di pintu gerbang. Sepertinya ayah heran saat melihatku memakai pakaian olahraga lengkap
dengan sepatu olahraga juga.
“hai ayah”sapaku senang.
Ayah tersenyum dengan pandangan heran.
“kamu ikut lomba apa?”Tanya ayahku.
“lomba lari yah”
Ayah mendadak diam.
Aku pun bergegas menggandeng ayahku menuju ke lapangan untuk lomba lari.
Aku
nggak tahu kenapa aku begitu bersemangat dan penuh percaya diri. Walaupun aku tahu
ini bukan bidangku. Dan dari diamnya ayahku pun tersembunyi kalau ayah
mengkhatirkan aku.
“yah. Nanti kalau aku menang nggak peduli mau juara 1, 2 atau 3 aku persembahkan pialaku buat ayah” kataku.
Ayah cuma merangkulku.
Matahari
bersinar dengan teriknya. Panas dan aku harus berusaha untuk mencapai
garis finish dan menjadi juara. Aku harus berusaha berlari dengan sekuat
tenaga. Tapi, ternyata aku anak kelima yang berhasil melewati finish.
Aku gagal. Aku sangat kecewa. Aku g bisa menjadi juara dan membanggakan
ayahku. Aku bermandikan keringat. Fuuhh, lengket dan badanku pun terasa
panas. Setelah melewati finish aku melihat anak-anak yang lebih dulu
mencapai garis finish langsung pada tiduran di lapangan. Sementara aku.
Sedih sekali. Rasanya ingin menangis. Dan tidak pernah aku duga ternyata
ayah turun ke lapangan dan berdiri di depanku.
“Son”
“Dad”
Aku
tahu saat itu ayah begitu takut. Takut terjadi apa-apa padaku. Karena ayah
pun tahu kalau aku nggak jago di bidang olahraga. Aku pun mungkin gampang
sakit-sakitan.
“Dad, I’m still stand up after finish. But sorry dad I’m not the winner”ucapku dan air mataku pun keluar dari mataku.
“Son. Boys don’t cry”
“…g boleh nangis”
“maaf ayah”
Setelah itu Aku pingsan. Dan ayah menangkapku.
Begitu sadar aku sudah ada di kamarku dan ada ayah serta beberapa orang sahabatku di dekatku.
“Ayah” ucapku lirih.
“maaf”
“iya. Nggak apa-apa”
Dan aku pun teringat dengan lomba-lomba yang lain. Aku pun bertanya pada sahabatku.
“Bagaimana lombanya?”
“siapa juaranya”tanyaku.
Aku sangat kecewa. Aku gagal jadi juara lari dan gagal juga ikutan lomba pidato. Cuma bisa berharap pada lomba mengarang.
“kamu juaranya”
“hagh!!!”aku bingung. Apa maksudnya.
“iya. Juaranya kamu. Kamu juara lomba mengarang. Juara satu”
“ah yang bener jangan bercanda”kataku .
“iyah. Itu pialanya ada di meja belajarmu”ucap sahabatnya.
Aku pun menoleh ke arah meja belajarku. Dan benar saja ada piala disana.
Aku pun langsung mengalihkan pandanganku ke ayahku.
“ayah”
“sudahlah. Itu sudah cukup kok. Kamu menjadi anak baik selama ini juga sudah membuat ayah senang”
“tapi…”
“iya
ayah tahu. Kamu mungkin ingin membuat ayah senang dengan kamu bisa
juara lari. Tapi, walaupun kamu tidak bisa jadi juara, ayah tetap
menghargai perjuanganmu. ayah bangga. Dan yang perlu kamu ingat, ayah
tidak ingin kamu memaksakan diri. Berusaha semampumu. Berusaha keras
memang bagus tapi, harus melihat kemampuan juga dan apa yang
diperjuangkan itu. Satu lagi, anak laki-laki nggak boleh nangis. Nggak boleh
cengeng!”ujar ayahku.
Aku sedih bercampur sedikit senang juga mendengar kata-kata ayah. Ayah bangga.
“thanks,Dad”
Ayah pun tersenyum padaku. Senang rasanya bisa melihat senyum ayah.
No comments:
Post a Comment