Saturday, March 8, 2014

The Final Result of Final Year Project

1:44 PM 0 Comments
8 SKS itu berakhir dengan menghasilkan dua digit huruf. Not Bad. But, my friend get a highscore. What are you thinking about my feeling???. I'm not really care about that. Tambahan nilai dua digit huruf itu kini sudah rapi mengisi transkrip nilaiku. Dua digit bergandengan yang kata temanku seperti kode plat nomer kendaraan di wilayahnya menuntut ilmu. Di kota pelajar.
Bergandengan? Ah bukankah itu berarti tak sendiri. Jadi ingat judul lagu...Two is better than one. So, is it not bad, right?
8:x=2. Aku mendapatkan pertanyaan seperti itu di kepalaku. Variabel x disana secara matematis akan bernilai 4 untuk mendapatkan jawaban benar. Tapi, untuk nilai 4 disana mungkin bisa aku artikan sebagai jumlah dosen yang terlibat. Dua orang dosen pembimbing dan dua orang dosen penguji (karena satu lagi dosen penguji merupakan dosen pembimbing). 


Jum'at, 28 Feb 2014
23:25

Ulang Tahun dan Orang Tua

1:42 PM 0 Comments
Rasanya ada yang terlupakan ketika kita berulang tahun. Mungkin kita larut dalam meriahnya pesta di tengah sahabat-sahabat kita. Kita senang ketika banyak orang yang mengucapkan selamat ulang tahun ke kita karena berarti mereka mengingat hari penting dalam hidup kita. Syukur kalau disertai dengan do'a untuk kita. Kita merasa bahagia karena seiring bertambahnya usia kita, kita merasa kalau kita bertambah dewasa. Tapi, sebenarnya kita lengah akan sesuatu. Tanpa kita sadari kita melupakan sesuatu. Ketika kita berulang tahun, kita merasa bertambah dewasa dan orang tua kita bertambah tua. 


Jum'at, 27 Feb 2014
22:28

Menjadi Ibu

1:38 PM 0 Comments
Kenapa banyak yang menikah muda? Itulah pertanyaan yang keluar dari diri saya sendiri ketika saya mendapati kalau banyak teman-teman saya yang sudah mantap untuk ke jenjang pernikahan. Dalam gurauan, saya memberikan jawaban ke diri saya kalau menikah di usia muda itu nanti biar anaknya punya orang tua yang masih keren. Haha. Tapi, begitulah hidup. Hidup adalah pilihan. Seumuran belum tentu sepemikiran. Ada yang masih berpikir untuk mengejar mimpi-mimpi mereka mumpung masih muda, tapi ada juga yang memilih untuk mengemban tanggungjawab menjadi seorang istri dan nantinya seorang ibu juga.
Saya pernah mendapatkan jawaban yang menyentuh dari seseorang yang dibacakan oleh seorang pembawa acara dari suatu acara televisi yang saya tonton. "Saya memang kehilangan masa muda saya dengan saya menikah muda. Tapi, apa kalian tahu bagaimana senangnya melihat tumbuh kembang buah hati setiap harinya. Menjaganya setiap saat. Melihatnya tertidur pulas, melihatnya tertawa lucu dan melihatnya tumbuh sehat. Itu hari-hari yang membahagiakan saya untuk saat ini dan saya tidak pernah merasa menyesal untuk itu". Kurang lebih seperti itu.
Sementara itu saya juga pernah mendapat jawaban hebat lainnya untuk hal yang berbeda. "Menjadi Ibu adalah sesuatu yang istimewa. Saya merelakan gelar atas pendidikan tinggi saya untuk tidak bekerja dan sepenuhnya menjadi Ibu rumah tangga. Saya tidak harus merasa menyesal untuk itu. Karena seharusnya saya merasa bangga. Karena anak saya sedari kecil sudah bisa langsung diajar oleh seseorang lulusan pendidikan tinggi (ibunya), beda dengan saya". Kurang lebih begitulah jawaban yang mengagumkan itu. 


Kamis, 27 Feb 2014.
17:14

Seorang Pejuang Keras

1:31 PM 0 Comments
Hidup yang keras tidak harus membuatmu menjadi orang yang keras juga. Kalimat itu saya kirimkan ke teman saya sebagai short message service. Di hari sebelumnya kami berbalas pesan membahas tentang seseorang yang terlalu bekerja keras dalam hidupnya. Sampai pada akhirnya teman saya itu bilang "Memang sudah wataknya dia seperti itu. Harus irit, harus cepat selesai. Kalau tidak suka sama wataknya minggir saja". Sebentar. Saya telaah dulu. Saya disuruh minggir. Wow.
Dunia Pendidikan memang terlalu kejam untuk orang elit seperti kami (saya dan seseorang yang saya bahas dengan teman saya). Elit dalam artian ekonomi sulit. Hehe. Hari itu, setelah saya mendapatkan balasan pesan yang tidak terduga seperti itu saya membalas pesan itu dengan menuliskan kata-kata yang bahkan membuat teman saya itu merasa kalau mendadak menjadi orang bloon. Saya menuliskan "nggak paham masalah sensitif begitu...aih...adu perasaan...percuma dibahas...
*hubungan vertikal memang 1 tapi hubungan horizontal kalau bisa tidak sama dengan 0*"
Intinya adalah saya malas melanjutkan pembicaraan lewat pesan singkat itu. Saya sudah tahu kemana teman saya mengajak saya berlari dalam pembicaraan kami. Membawa perasaan. "Jangan paksa orang lain untuk mengerti perasaanmu". Itu yang saya pegang. Saya tidak mau tahu tentang wataknya, tentang kehidupannya dan caranya hidup. Dan berlaku sebaliknya. Dia bahkan semua orang tidak perlu tahu bagaimana kehidupan saya dan cara hidup saya. Tidak ada yang perlu menepi juga. Baik saya ataupun dia hanya perlu menjalani hidup kita masing-masing pada jalan yang sudah kita pilih.
Hubungan kita dengan Tuhan adalah urusan pribadi kita masing-masing. Kita bertanggungjawab untuk diri kita sendiri. Tapi, untuk hubungan horizontal bukan kah kita tidak hidup sendiri di dunia ini?
Kepada teman saya yang lain saya bilang tanggung jawab anak pertama memang berat tapi bukan berarti anak terakhir tidak memikul tanggung jawab apapun. Estafet tanggung jawab tetap berjalan. Seperti piala bergilir waktu membawa estafet itu pada anak terakhir juga.
Teman saya yang lain bilang pembelaan itu penuh arti. Hanya saja saya tetap tidak mau tahu tentang hal-hal seperti itu. Saya tidak ingin tahu dibalik "ada apa-apa" dan lain-lain. Itu bagian dari privasi mereka menurut saya. Kalau pun ada kebohongan kepada saya itu tak jadi masalah.
Kini saya hanya berpikir dia yang sebegitu ngototnya, sangat bekerja keras dalam hidupnya pasti adalah seseorang yang sangat mempunyai motivasi yang sungguh besar. Seseorang yang dulu saya pikir adalah seorang yang hanya ambisius saja, saya rasa punya hal yang lebih besar dari itu. Punya jiwa bersaing. Saya rasa seseorang yang berpikir untuk menjadi yang terbaik itu tidak ada salahnya. Dan sekarang saya mempertanyakan untuk orang yang tidak punya semua hal itu berhak kah untuk komplain tentang seseorang dengan semua itu?
"dibenci dan tetap berdiri. setiap orang punya cara hidupnya sendiri terlepas dari penilaian orang lain". Seperti itulah yang pernah saya tulis di Facebook saya beberapa waktu yang lalu. 


Kamis, 27 Feb 2014.
08:15