Wednesday, September 2, 2015

Kenapa Nggak Jadi Guru Les Aja?

Ada teman yang tanya “kenapa nggak jadi guru les aja. Kamu kan pinter”.

Saya pernah mikir saya ini seperti tipe orang yang suka belajar. Dan kemudian muncul-lah pertanyaan ke diri saya sendiri “Kenapa nggak bekerja di bidang pendidikan aja. Kalau suka belajar kenapa nggak tetap di dunia pendidikan aja?”.

Saya pernah dulu ketika semester 5 menjadi guru les. Tidak lama sih. Untuk menjadi seorang pengajar pun saya itu tidak punya public speaking yang baik. Kalau mengajari teman sendiri secara privat gitu saya masih bisa. Tapi, kalau untuk mengajar, tampil di depan umum saya belum ada kemampuan untuk sampai pada tingkat itu.

Untuk Guru Les sendiri pun saya ada pemikiran sendiri. Jujur selama ini saya cuma pernah sekali saja ikut Les di suatu bimbingan belajar. Tepatnya pas saya SMP. Itu juga cuma pas kelas 1 atau 2 gitu. Saya biasa belajar sendiri. Dan saya kalau belajar itu nggak cukup cuma 2 jam. Saya belajar bisa sampai 4 atau 6 jam. Jadi menurut saya les cuma 1 sampai 1,5 jam itu nggak efektif. Saya kalau belajar suka lupa waktu. Hahaha. Aneh ya? Biasanya yang lupa waktu itu kalau sudah maen game.


Orang tua jaman sekarang pun aneh. Seperti memasrahkan urusan belajar anaknya ke guru les. Mereka beralasan sudah lupa dengan pelajaran yang dulu sudah didapatnya sehingga mereka tidak mengajari anaknya sendiri di rumah. Sementara itu saya pernah baca blog salah seorang komika yang mereview stand up comedy dari sesama rekan komika nya yang mengangkat tema tentang pendidikan. “Les merupakan bukti otentik bahwa ada yang salah dengan sekolah”. Begitu katanya. Iya, ada benarnya juga. Anak-anak belajar di sekolahan. Seharusnya kalau mereka benar-benar belajar di sekolah tanpa harus dibantu oleh guru les mereka sudah bisa mengerjakannya sendiri. Realitanya sekarang, anak yang les itu ada yang bilang kalau jadi paham setelah les. Sementara ada anak lain yang les hanya membawa PR nya untuk dikerjakan oleh guru les nya. Melihat permasalahan di pendidikan seperti ini, memang bisa jadi peluang sebagai lahan untuk menghasilkan uang. Bahkan ada adik kelas saya ketika kuliah sudah berhasil mendirikan bimbingan belajar yang maju. Untuk saya sendiri, seperti tidak sesuai dengan hati nurani saya.

Hal yang wajib diperhatikan adalah kalau jadi guru harus extra sabar. Pengalaman saya sendiri, kalau mengajar anak yang punya hubungan kekerabatan dengan kita, kita bakalan dibantah terus. Dia berani ke kita karena dia sudah kenal sama kita. Beda kalau anak itu les dengan orang lain yang nggak dia kenal. Pasti masih ada rasa takut-takut. Selain itu, kita malah kayak jadi babu nya. Hahaha. Lha itu anak jadi manja, kita disuruh ini itu. Kalau nggak mau dia nangis. Kalau sudah nangis kan malah jadi repot. Hahaha. Kalau ngajar anak yang nggak punya hubungan kekerabatan dengan kita, tetap juga sih kadang ada anak yang kurang ajar. Nggak mau dengerin penjelasan kita.

Heran juga sama anak jaman sekarang. Kalau disuruh belajar malah nangis. Bukannya kewajiban pelajar itu belajar ya... Hehehe.

No comments:

Post a Comment