Jangan maklum dengan pikun. Begitulah
tagline yang saya dengar ketika saya menonton Kick Andy pekan lalu. Tema yang
diambil adalah tentang dimensia alzheimer atau yang lebih dikenal dengan pikun.
Pembahasannya cukup menarik.
Sewaktu saya menonton itu saya menyadari
kalau di lingkungan, orang-orang lebih sering memandang permasalahan ini dari
sudut pandang keluarga si penderita pikun itu sendiri. Orang-orang merasa
kasihan dengan mereka yang harus mengurusi orang yang menderita pikun.
Orang-orang tidak melihat bagaimana si penderita pikun ini sendiri juga benar-benar
menderita. Ya coba bayangkan saja, ingatan demi ingatan lama-lama terkikis. Jadi
lupa siapa dirinya serta orang-orang terdekatnya. Dan kalau di lingkungan
memang belum ada deteksi dini dalam hal ini. Tahu-tahu orangnya sudah pikun saja.
Di Kick Andy dibilang kalau penyakit ini tidak ada obatnya jadi hanya bisa untuk
memperlambat prosesnya.
Tetangga saya dulu pernah ada yang
menderita pikun. Orangnya sudah sepuh. Dan sedikit menakutkan karena dia setiap
hari pengennya jalan-jalan keluar rumah. Padahal jalannya sudah sempoyongan.
Pernah suatu ketika tiba-tiba masuk ke rumah saya sendiri mencari nenek saya.
Padahal nenek saya sudah meninggal cukup lama. Terkadang juga dia menanyai
saya. Saya langsung takut sendiri. Ya begitulah keluarganya jadi sangat
kerepotan untuk mengurusinya.
No comments:
Post a Comment