Saturday, September 15, 2012

Speak Up, My Little Sister...


Hari itu kakakku mengajakku untuk menemaninya berbelanja. Aku dengan senang hati membantunya memilihkan kado untuk diberikan kepada temannya. Kami pergi ke swalayan yang tidak begitu jauh dari rumah. Sebagai hadiah karena telah menemaninya mencari kado, kakak mengajakku makan di salah satu tempat makan yang ada disana. Kakak membelikanku semangkuk es dengan potongan buah dan jelly serta butiran permen kecil warna-warni yang manis. Favoritku. Hehehe. Sebenarnya bukan moment itu yang berkesan. Tapi, moment perbincangan aku dengan kakak di tengah kami menghabiskan semangkuk es yang sudah kami pesanlah yang berkesan. Kakak mulai membicarakan tentang masa depanku. Waktu itu juga kakak berbicara tentang bisnis online dan sebelumnya di rumah dia juga pernah bertanya apa aku punya blog apa nggak. Sepertinya kakak berniat agar aku berbisnis online atau kerja apa gitu yang masih ada hubungannya sama jurusanku saat ini yaitu TI. Sebenarnya kakak pesimis denganku. Kakak pesimis aku yang penakut dan pendiam ini bisa bekerja apa. Di mata kakak, aku seperti orang linglung yang tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Kakak menasihatiku untuk sekali-kali aku perlu menjadi pembicara (yang bercerita). Bukan selalu menjadi pendengar.
Gila! Aku cukup terkejut dengan apa yang kakakku katakan. Aku pikir kakakku tidak begitu mengenalku karena walaupun kami tinggal serumah tapi kami jarang bertemu apalagi bercakap-cakap. Karena kesibukan kakak yang entah apa itu aku tidak tahu, kakak jadi pulang malam. Meskipun begitu, kakak tahu dengan benar apa kekuranganku. Dan dia dengan jujur mengatakan itu di depanku. Aku cuma bisa diam dan merenungkan kebenaran tentang diriku yang dikatakan oleh kakakku.
Aku baru menyadari kalau selama ini aku memang selalu menjadi pendengar. Aku tidak pernah menyadarinya karena aku tidak pernah berpikir kalau aku ini adalah seorang pendengar. Meskipun kebenarannya memang aku sering mendengarkan cerita orang lain. Kakak memintaku untuk sekali-kali aku menjadi seorang pembicara. Hah? Aku memang jarang atau bahkan mungkin tidak pernah melakukannya. Aku jarang bercerita (curhat) ke orang lain. Karena aku rasa aku adalah tipe orang yang sulit untuk percaya pada orang lain. Selain itu aku pikir tidak ada orang mau mendengarkanku. Dan cerita apa yang harus aku ceritakan? Aku tidak punya cerita untuk diceritakan. (Mungkin lebih tepatnya aku tidak bisa menceritakan itu karena itu terlalu sulit untuk diceritakan).
Aku mungkin memang bukanlah orang yang suka bicara. Tapi, aku rasa kakak tidak tahu kalau aku suka menulis. Jadi Kak... “Tidak ada yang perlu didengar dari saya tapi ada yang perlu dibaca dari saya”... tidak apa kan begitu? Ketika aku merasa sulit untuk menyampaikan sesuatu dengan lisanku, bukankah aku bisa menuliskannya? Karena aku lebih merasa nyaman jika seperti itu. Tapi, aku rasa apa yang ingin aku sampaikan tidak akan tersampaikan. Karena aku merasa sama saja. Tidak ada pendengar maupun pembaca untukku. Tidak ada yang menarik dariku. Rasanya hanya akan membosankan.
Memang benar aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Bahkan aku pernah berpikir aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah usia 18 tahun. Aku ingin mati muda. Tapi, aku berpikir kalau aku pergi terlalu cepat aku seperti orang yang tidak tahu berbalas budi. Berbalas budi kepada keluarga tentunya.
Yang aku tahu aku harus belajar. Meskipun orang yang menyuruhku untuk belajar pernah meneriakiku “BODOH!”. Itu menyakitkan untukku. Tapi, aku tetap belajar. Karena aku tidak tahu aku harus melakukan apa untuk mengisi waktu hidupku. Sempat juga aku berpikir kalau belajar hanya pelarianku saja. Pelarian dari hidupku yang cukup membuat aku trauma hingga kini.
Pikiranku kosong? Apa tepat untuk dikatakan begitu? Aku rasa pikiranku dipenuhi dengan kejadian-kejadian di masa lalu. Aku memikirkannya untuk menemukan jawabannya. Aku rasa aku tidak menambah database tentang kehidupan di pikiranku. Kalaupun aku menambahkannya, penempatan penyimpanannya pasti berantakan. Karena aku sulit sekali untuk mengambil sikap dalam kehidupan bahkan untuk suatu sopan santun kecil. Dengan singkat aku katakan saja: “PIKIRANKU KACAU”.
Sabtu, 01 September 2012
23:04

No comments:

Post a Comment