Sedikit prolog sebelum masuk ke cerita pendeknya ya...
Cerita pendek ini pindahan dari catatan saya di Facebook. Nggak tahu kenapa padahal lagi sibuk skr*ps* malah masih sempet aja nulis cerita. Mungkin lagi jenuh aja dan pengen nulis. Inspirasi cerita datang dari kakak saya. Kakak saya habis membeli sebuah buku yang sampai saat ini buku itu belum mendarat di tangan saya. Jadi, saya belum sempat membacanya. Tapi, judulnya sangatlah menarik. Sampai-sampai gara-gara saya kepengen baca dan belum terlaksana keinginan saya itu, jadinya saya terbang tinggi bersama imajinasi saya menulis cerita ini. Hehe. Well, silahkan dibaca ceritanya....
_________________________________________________________________________
"Mulai sekarang kita putus ya...", kata gadis itu.
"nih", lanjutnya sambil memberikan sebuah buku ke laki-laki yang ada di depannya.
"Udah Putusin Aja", ucap laki-laki itu membaca sampul buku.
"Kamu
serius?", kata laki-laki itu dengan menatap serius gadis itu. Laki-laki
itu membaca raut wajah putih di depannya yang tak kalah serius.
"Bentar", lanjut laki-laki itu sambil melihat jam tangannya.
"Sekarang
tanggal 4 September. Ini bukan ulang tahunku dan bukan juga hari jadi
kita. Kebiasaan kamu kan selalu memberikan kejutan di hari-hari penting
kita. Melakukan hal yang tidak terduga".
"Aku tahu itu. Aku harap kamu bisa menerima keputusan ini"
"Kamu ini lagi ngetes aku aja kan? bercanda kan ini?", ucap laki-laki itu berharap semuanya tidak benar-benar serius.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku
tahu kamu banyak berubah akhir-akhir ini. Dan aku bisa menerima itu
karena aku tahu itu membuatmu jadi lebih baik. Tapi, aku tidak sampai
berpikir kalau kamu akan bertindak sampai sejauh ini dan aku tidak bisa
menerima keputusan ini".
"Tapi, kamu harus tetap bisa menerimanya. Maaf aku harus pergi. Wassalamu'alaikum"
"Tunggu!", kata laki-laki itu hingga menghentikan langkah kaki gadis itu yang akan pergi.
"Aku nggak mau putus sama kamu...", ucap laki-laki itu.
"Tapi...", kata gadis itu.
"Kalau begitu kita nikah saja. Kamu mau kan nikah sama aku?", ucap laki-laki itu melanjutkan.
Gadis itu tercengang mendengar apa yang baru dikatakan oleh laki-laki yang selama 2 tahun berpacaran dengannya.
"Kamu serius?", tanya gadis itu kemudian.
Laki-laki itu terdiam menatap wajah gadis itu.
"Hei!"
"Eh,..iya. Iya. Aku serius. Gimana?"
Kini berganti gadis itu yang diam.
"Aku
belum bisa menjawabnya. Cobalah untuk meyakinkan orang tuamu dulu.
Sudah pantaskah kamu menikahiku. Kalau orang tuamu sudah yakin padamu,
kemudian berusahalah untuk meyakinkan kedua orang tuaku"
"Kamu memang jauh berubah. Tapi, perasaanku padamu tidak akan berubah. Aku mencoba memahamimu. Aku akan menerima keputusan ini".
Keduanya kemudian berjalan berlawanan.
"Buku ini apa kau sudah membacanya? Ini untukku? Apa kamu ingin aku membacanya?"
Laki-laki itu mengirimkan pesan singkat ke ponsel gadis itu.
"Iya. Disana kamu akan menemukan alasanku kenapa aku minta kita putus."
"Aku sudah memenuhi permintaanmu".
":)"
"aku
ingin bercanda denganmu. apa ini benar-benar nyata. kita tidak sedang
bermain drama atau ini hanya kejutanmu saja dan aku terbawa pada
permainanmu."
"kita tidak sedang berakting ataupun bermain. sudah ya, aku tidak bisa konsen berjalan"
"Aku
sedang melihatmu berjalan. Tapi tenang saja aku tidak mengikutimu, dari
kejauhan aku ingin memastikan kamu berjalan dengan aman. Dan aku
melihat itu. Jangan melihat ke belakang. Emm...Mungkin kata-kata itu
tidak perlu. Karena aku tahu kamu tidak akan berbalik dan melihatku."
"terima kasih. : ) "
"Hari
ini aku seperti bermain catur dengannya. dia men-skak- ku dengan minta
putus. dan aku men-skak balik dengan mengajaknya nikah" -update status Laki-laki itu di Facebooknya.
Laki-laki itu pun kemudian melanjutkan langkahnya begitu punggung gadis itu hilang dari pandangannya.
__________________________________________________________________________
Sedikit Epilog...
Habis nulis cerita jadi kepikiran sama diri sendiri. Selama ini belum pernah nulis yang seperti ini. Biasanya cinta-cinta biasa. Hehe. Nggak menyangka saya bisa seperti ini.
No comments:
Post a Comment